Dear Monsieur,
Apa kabar kau disana? di dunia barumu? apa kau baik-baik saja disana? adakah wanita cantik bertebaran disana? adakah bangunan-bangunan yang biasa kau rancang berdiri disana? apa kau suka tempatmu sekarang? Dan, apakah kau masih mampu mengingatku sebagai kekasihmu, dan bukan adikmu?
Monsieur Tatsuya,
Jujur, aku rindu padamu. Setiap kali aku menangis karenamu, aku hanya mampu berfikir jernih pada satu hal. Yakni “Aku dan segala hal yang kuinginkan dalam hidup…”, persis seperti apa katamu dalam balik foto kita.
Aku sudah melihat semuanya. Apartemenmu… rak yang berisi buku-bukumu… ruang kerjamu… kamar tidurmu… bayanganmu… jaket dalam lemarimu… hasil foto mu… juga semua e-mail mu dengan sebastien di laptopmu. Semuanya aku sudah melihat.
Kau tau Tatsuya? bagaimana rasanya menjadi diriku sekarang. Hatiku perih, hatiku sakit, hatiku seakan ingin membunuhku. Kadang aku berfikir, sangat beruntung menjadi dirimu. Disana, aku yakin kau bahagia. Meski tanpa aku, dan kehidupan Paris selayaknya.
Tatsuya Fujisawa, aku ingin menulis banyak untukmu. Segalanya.
Tapi, aku terlanjur mengingkari janjiku.
Aku tak pernah bahagia setelah hari itu,
“Jangan marah padaku kalau aku menangis… Hari ini saja … Kau boleh lihat sendiri nanti. Kau akan lihat tidak lama lagi aku akan kembali bekerja, tertawa, dan mengoceh seperti biasa … Aku janji.”
Ingat perkataanku itu Tatsuya ? Dan kini kau boleh marah, karena aku mengingkarinya. Aku membuatmu kecewa, kau boleh marah. Kau boleh. Tapi jangan menangis, didepan aku atau tidak. Jangan pernah menangis.
Selama ini, aku tak pernah melihatmu menangis, tapi hatiku mampu merasakan sakit karena itu. Aku tak bisa membayangkan apabila yang kulihat adalah kau benar-benar menangis. Orang tahu Tatsuya, orang tahu kau adalah orang yang tegar, kau adalah orang yang mampu memperbaiki keadaan. Tapi jangan katakan teori orang terhadapmu itu padaku, aku tak akan pernah mempercayainya. Aku terlalu bodoh untuk menyebutmu orang yang tegar. Aku .. aku..aku tak mampu meneruskan kata-kataku ini.
Tatsuya Fujisawa, boleh aku menjawab e-mailmu pada Je me Souviens…?
Bolehkan aku, dan aku menjawabnya sekarang.
“Apakah ada yang tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang tidak boleh dicintai ?”
Itu bukan ? pertanyaanmu?
Kau menjawabnya, kau menjawabnya sendiri, “Aku tahu.”
Tapi tak hanya kau yang mampu menjawab itu, aku juga mampu, “Aku juga tahu.”
Hanya itu saja yang ingin kujawab, aku tak pernah ingin melihatmu sedih disana hanya karena sebuah surat bodoh dariku ini.
Dan satu hal lagi, aku akan membalas satu kata-kata dalam e-mailmu di radio,
“Sekarang, saat ini saja, untuk beberapa detik saja, aku ingin bersikap egois. Aku ingin melupakan semua orang, mengabaikan dunia, dan melupakan asal-usul serta latar belakangku. Tanpa beban, tuntutan, ataupun harapan, aku ingin mengaku.
Tatsuya Fujisawa, Aku mencintaimu. Bukan sebagai kakak ku. “
Pesanku, jangan menangis disana. Jangan memanggilku disana. Jangan ucapkan namaku disana. Jangan membayangkanku disana. Jangan memikirkanku disana. Jangan. Berbahagialah disana. Ditempat dimana suatu saat aku juga akan menyusulmu, Tatsuya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar